Minggu, 19 Oktober 2014



Hai readers^^
Seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya, kali ini saya ingin membahas hal-hal yang ada di lingkungan yang sekarang ini saya tinggali, MAN Insan Cendekia Serpong. Tepat satu minggu lebih satu hari yang lalu, saya melaksanakan Hari raya Idul Adha yang terakhir kalinya disini. Sedih memang rasanya karena mungkin ini momen-momen terakhir yang bisa saya habiskan bersama teman-teman saya. Namun, tahun ini agaknya hari raya saya laksanakan dengan perbedaan yang cukup berarti. Seperti yang diketahui bahwa banyak berita yang menyampaikan bahwa jatuhnya pelaksanaan hari raya Idul Adha berbeda dari satu golongan dengan golongan yang lain di Indonesia, utamanya.

Sebelumnnya saya yakin akan melaksanakan shalat Idul Adha pada tanggal 5 Oktober, namun saya kemudian berpikir dua kali. Saya selama ini tidak pernah berbeda pandangan dari orang tua atau lebih enak disebut “masih buntut” orang tua, karena kenyataannya orang tua saya melaksanakan shalat Idul Adha pada tanggal 4 Oktober. Tak pernah saya duga sebelumnya ternyata perubahan keputusan yang saya buat untuk lebih mengikuti orang tua didukung dengan adanya fakta bahwa di Arab Saudi pada hari jum’at tanggal 3 oktober, orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah haji rupannya sedang wukuf di padang Arafah. Fakta ini membuat saya yakin bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha seharusnya memang jatuh pada hari Sabtu, tanggal 4 Oktober 2014.

Kemudian saya dikejutkan dengan beberapa teman saya yang kebetulan juga berasal dari Jawa Timur juga ingin melaksanakan Hari raya Idul Adha pada hari sabtu. Memang sebenarnya keputusan kami ini sedikit kontroversial diantara teman-teman lainnya yang memilih untuk mengikuti pemerintah Indonesia yang didasarkan pada hasil sidang itsbat bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha jatuh pada hari minggu, 5 Oktober 2014. 

Saya ingat sekali waktu itu, guru saya mengingatkan kami tentang pelaksanaan shalat Idul Adha yang masih bertepatan dengan pelaksanaan UTS (Ujian Tengah Semester) 1 yang baru akan berakhir pada hari sabtu, bahwasannya sekolah telah mengundurkan waktu pelaksanaan ujian menjadi pukul 8.30 untuk memfasilitasi  guru-guru IC yang ingin melaksanaan Hari raya Idul Adha pada hari sabtu. Namun, untuk seluruh siswa-siswi IC secara implisit  diharuskan untuk melaksanakan shalat Idul Adha secara serempak pada hari minggu 5 Oktober.

Tentu saja keputusan dari pimpinan sekolah ini mengguncang kami yang sudah memutuskan untuk melaksanaan shalat Idul Adha berbeda hari. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan kami mencoba untuk bernegoisasi dengan guru kami agar membolehkan kami untuk melaksanakan shalat Idul Adha pada hari sabtu. Awalnya, kami cukup kecewa karena pengajuan izin kami secara tidak langsung ditolak. Yah, mungkin memang sedikit aneh jika dalam satu instansi atau lembaga mengadakan pelaksanaan shalat Idul Adha pada hari yang berbeda. Apalagi untuk sebuah madrasah ternama di Indonesia yang dibawah instansi Kementerian Agama. Memang benar, kami belum mempunyai pengetahuan untuk melakukan rukyatul hilal atau menggunakan perhitungan (hisab) dalam penentuan pelaksanaan hari raya Idul Adha ataupun dengan jalan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan sidang isbat yang merupakan hasil ijtihad dari beberapa ulama.

Akan tetapi menurut saya ini memang belum bisa dijadikan sebagai pedoman seutuhnya (dalam fiqih disebut ijma’ ), karena pada kenyataannya ulama di Indonesia masih didapati banyak perbedaan. Ada sebagian masyarakat yang mengikuti ulama dari Muhammadiyah atau Nahdatul Ulama (NU). Dalam kondisi seperti ini saya mempertimbangkan dari segala aspek. Apabila di Arab Saudi pada hari jum’at sedang pelaksanaan wukuf di Arafah dan memang telah dianjurkan bagi setiap muslim untuk melaksanakan puasa Arafah sehingga esok harinya dapat dilangsungkan shalat hari raya Idul Adha, lalu bagaimana jika pelaksanaan shalat Idul Adha justru dilangsungkan pada hari minggu? Ini tentunya sangat membingungkan, lalu kita harus mengikuti siapa?

Memang ini adalah hal yang asyik diperbincangkan. Mungkin banyak diantara kita yang bingung kalau harus mengikuti siapa ketika penentuan shalat hari raya Idul Adha seperti tempo hari karena didapati banyak perbedaan pendapat diantara ulama Indonesia. Namun, sebaiknya kita kembalikan lagi urusan ini berdasarkan ayat dalam Al-Quran. Berdasarkan firman Allah swt. dalam Q.S. An Nisa/4:59 yang artinya:

“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan Ulil Amri di antara kalian..” (QS. An Nisa/4: 59)

Berdasarkan paparan ayat diatas dapat diartikan bahwasannya kita harus mengikuti perintah Allah swt. kemudian Rasulullah saw. dan baru itulah Ulil Amri diantara kita. Karena sekarang kita berada pada masa modern dan yang disebut sebagai Ulil Amri disini adalah para ulama. Menurut Imam Ibnu Katsir, beliau menjelaskan bahwa Ulil Amri adalah umara (para ulama) dan ahli fiqih. Disamping itu Ulil Amri juga dapat diartikan sebagai pemerintah Indonesia (dalam konteks ini).

Pemerintah juga disebut sebgai Ulil Amri karena mereka adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyat Indonesia. Pemerintah adalah sosok pemimpin yang harus diikuti, karena setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah didasarkan kepada para ulama Indonesia. Seperti penentuan 1 Syawal, awal puasa ramadhan, hari raya Idul Adha, itu semua ditentukan berdasarkan sidang itsbat dengan jalan melakukan rukyatul hilal ataupun cara hisab (hitungan). Namun tidak dapat dipungkiri, sekalipun para ulama yang bekerja sama dengan pemerintah sudah menetapkan suatu tanggal (misal: hari raya Idul Adha), masih saja ditemukan perbedaan pendapat. Golongan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang terjadi perbedaan pendapat, dan inilah yang membuat masyarakat memutuskan untuk mengikuti satu golongan tertentu untuk dijadikan dasar.

Saya juga turut dipusingkan dengan keadaan demikian. Namun, saya telah memutuskan berpedoman pada fakta lapangan yang terjadi di Arab Saudi bahwa pada hari jum’at 3 Oktober 2014 orang haji sedang melaksanakan ibadah wukuf dan saya juga mengikuti ulama dari golongan Muhammadiyah yang pelaksanaan hari raya Idul Adha jatuh pada tanggal 4 Oktober 2014. Saya juga meniatkan diri saya sendiri pelaksanaan shalat Idul Adha lillahi ta’ala.

Namun, apabila pelaksanaan shalat Idul Adha dilakukan pada hari minggu, 5 Oktober 2014 juga tidak perlu dipermasalahkan. Sebab pemerintah mengumumkan pelaksanaan shalat Idul Adha pada hari minggu juga berdasarkan perhitungan (hisab), sehingga tidak perlu dikhawatirkan ibadah yang telah dilakukan sia-sia. Asalkan keyakinan kita sudah pasti dan memiliki pedoman untuk melaksanakan shalat Idul Adha tersebut (bukan asal ikut-ikutan), insya Allah setiap perbuatan yang diniatkan kepada Allah swt. akan mendapat ganjaran yang sudah ditentukan kadarnya oleh Allah swt.

Sekalipun terdapat banyak perdebatan disini, saya berharap suatuhari nanti pemerintah Indonesia dapat lebih tegas dalam memutuskan suatu putusan. Saya berharap masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dapat melaksanakan ibadah secara serempak tanpa adanya perbedaan, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dan dapat melaksanakan ibadah lebih khusyu’. Pemerintah Indonesia juga sebaiknya dapat mencegah adanya perbedaan diantara masyarakatnya, apalagi jika ini berhubungan dengan ibadah kita sebagai seorang muslim.



Hai readers^^ akhirnya kita bisa bertegur sapa lagi dalam tulisan blog saya. Sudah lama sekali sekitar 2 minggu mungkin ya (?) saya tidak mengisi blog saya dengan tulisan-tulisan indah saya (percaya diri sekali!). Curhat sedikit tentang satu minggu kemarin yang melelahkan. Bukan hanya otot, tapi juga otak! Alhamdulillah, saya baru saja menyelesaikan UTS (Ujian Tengah Semester) untuk yang “benar-benar” terakhir kalinya, sepanjang sejarah hidup saya di MAN Insan Cendekia Serpong. Benar, saya sekarang sudah menginjak kelas 12 yang terhitung sejak 11 Agustus 2014 lalu. Sedih sekali kalau saya mengingat kisah perjuangan saya dahulu ketika masih kelas 10-11, dan sekarang saya sudah akan lulus (aamiiin) L Saya akan segera berpisah dengan teman-teman seperjuangan, yang selalu menyemangati saya, melukis hari-hari saya dengan kejutan. Tapi, bukankah hidup memang selalu begitu? Kita harus siap untuk meninggalkan dan ditinggalkan J

Baiklah, untuk edisi kali ini saya lebih ingin sharing tentang “SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM”. Mumpung masih hangat nih ders (singkatan dari ‘readers’) bagi saya untuk membagikan ilmu tentang Sejarah Kebudayaan Islam. Memang benar, ini adalah pelajaran agama yang ada di madrasah-madrasah dari yang tsanawiyah sampai dengan aliyah. Hanya saja, saya ingin mengungkap fakta dibalik tumbangnya peradaban Islam sekarang.

Kalau kita menengok ke belakang, ke masa 711 M silam, dimana pada masa itu peradaban Islam dalam keadaan semaju-majunya. Mulai dari perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, kesenian dan sastra Arab, seni arsitektur, perekonomian yang maju, perdagangan, ketentaraan, dan pertanian. Tidak dapat dipungkiri pada masa-masa pemerintahan setelah Rasulullah saw. wafat, Islam semakin berkembang hingga sampai pada puncaknya peradaban yang mendunia.

Pada tahun 711 M hingga 1492 M, Islam berada di bawah tanduk pemerintahan Bani Umayyah II yang berpusat di kota Cordova, Andalusia atau sekarang dikenal sebagai negara Spanyol.  Sementara itu, di kota Baghdad juga dikuasai oleh Bani Abbasiyah yang berdiri sejak tahun 750 M hingga 1258 M. Kedua pusat pemerintahan Islam ini bagaikan dua mercusuar bagi seluruh wilayah di belahan bumi manapun. Peradaban yang dibangun dari kedua pusat pemerintahan ini, seni arsitektur bangunan yang tinggi, kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, perdagangan, hingga bidang ketentaraan, mampu menarik banyak orang untuk mengunjungi tempat-tempat yang ada di pusat kota Baghdad maupun Andalusia. Kota Baghdad mendirikan beberapa universitas yang terbuka bagi seluruh pelajar di penjuru dunia seperti Universitas Al Musthansiriya dan Universitas Al Nizhumiyah. Begitupun juga dengan di Andalusia yang mendirikan universitas-universitas terkenal seperti Universitas Cordova, Universitas Granada dan Universitas Toledo. Selain itu, banyak ilmuwan terkenal di berbagai bidang sains dan agama  yang lahir dari kedua peradaban Islam ini.

Sementara itu, di belahan bumi lainnya, tepatnya di Benua Eropa sedang berada pada zaman kegelapan atau Dark Age. Penjelasan singkat tentang Dark Age, merupakan suatu masa dimana kekuasaan gereja mendominasi dan gereja melarang untuk mencampurkan urursan agama dan ilmu. Sehingga masyarakat Eropa tidak dapat berkembang dalam bidang ilmu pengetahuan karena apabila mereka memberontak, pasti gereja akan mengambil tindakan keras. Mengetahui adanya kemajuan peradaban Islam di Andalusia, membuat raja-raja Inggris meminta pada pemerintahan Islam di Cordova agar generasinya bisa kuliah di Universitas Cordova. Hal ini bertujuan agar generasi bangsa Eropa mampu mengembangkan ilmu pengetahuan di Eropa di kemudian hari. Ternyata, salah satu alumni dari Universitas Cordova berkebangsaan Italia-lah yang berhasil menciptakan Renaisance (revolusi pengetahuan).

Tonggak sejarah Islam yang menjadi magnet seluruh masyarakat di dunia karena kemajuan ilmu pengetahuannya dan segala aspek lainnya, membuat para pelajar dan alumni dari universitas-universitas terkenal di Kota Baghdad dan Andalusia ketika kembali ke negara asalnya selalu dikagumi oleh sebangsanya. Apalagi ketika mereka menggunakan aksen “ke-arab-araban”-nya. Wah, bagaikan sesuatu yang sangat WOW!

Namun, seperti roda yang terus berputar. Apa yang diatas, harus berputar, berjungkir-balik ke bawah. Lalu, apa yang di bawah akan bergerak naik ke atas, menggantikan apa yang ada sebelumnya. Semuanya menjadi serba berkebalikan. Peradaban Islam yang susah payah dibangun dari nol, lenyap dalam sekejap, setelah tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan (1258 M) membumihanguskan Kota Baghdad dan kota-kota besar kekuasaan wilayah Bani Abbasiyah. Mereka membakar perpustakaan, lembaga pendidikan, dan pusat-pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ini menjadi puncak berakhirnya kekuasaan Islam di Baghdad dan wilayah kekuasaannya.

Keadaan ini tidak jauh beda dari kekuasaan Islam yang ada di Andalusia. Orang-orang Kristen mulai bangkit dan membuat suatu gerakan Reconquista, dimana orang-orang Kristen ingin merebut kekuasaan mereka di Andalusia dan mengusir orang-orang Islam dari wilayah itu ketika tambuk kekuasaan berada di tangan Khalifah Muhammad XII dibawah Kesultanan Granada. Pada tahun 1492 M, kekuasaan Islam benar-benar hancur. Orang-orang Islam diperintahkan untuk meninggalkan tanah Andalusia oleh pimpinan orang Kristen, yakni Ferdinand dan Isabella, atau memilih murtad (masuk agama Kristen) tapi tetap tinggal di Andalusia. Dengan kepala tertunduk malu akhirnya orang-orang Islam pergi meninggalkan tanah Andalusia. Sehingga berakhirlah kekuasaan Islam di wilayah itu.

Lalu, pernahkah kita memikirkan hal ini sebelumnya? Ketika dahulu, orang-orang Eropa berbangga diri dengan aksen “ke-arab-araban” saat Islam sangat maju, sekarang malah kita yang berbangga diri apabila kita bisa beraksen seperti orang barat. Kita bangga menggunakan Bahasa Inggris karena peradaban Eropa sudah sangat maju. Semua orang berebutan ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri seperti Perancis, Inggris, Amerika dan lainnya. Apakah kita tidak memikirkan hal ini lagi? Ketika dahulu, bangsa Eropa ingin menuntut ilmu di universitas-universitas Islam agar membebaskan bangsanya dari penjara doktrin gereja. Dan segalanya sekarang berkebalikan.

Apakah kita tidak pernah memikirkan hal ini? Apakah tidak timbul perasaan untuk mengembalikan kejayaan Islam yang telah padam ini? Lalu, dengan apa kita mampu mengembalikan kekuasaan Islam seperti dahulu? Jawabannya tak lain tak bukan adalah diri kita sendiri. Dengan berprestasi, kita akan bisa memajukan Islam seperti dulu lagi. Dengan SEMANGAT dan TEKAD yang KUAT, insya Allah, KITA BISA J

Saya pernah mendengar kalimat dari guru saya, beliau berpesan pada kami, “Kalau kalian berprestasi, bukan hanya membanggakan nama kalian, tapi juga mengharumkan Islam”.


Wahai mujahid dan mujahidah, bersiap-siaplah untuk mengembalikan kejayaan Islam ke tangan orang Islam J