Senin, 22 September 2014


Menjadi salah seorang pejuang wanita itu tidaklah mudah. Harus siap dengan segala konsekuensi dan menghadapi kritikan luar biasa dari dunia. Tak sedikit keringat yang mengucur, ketika harus menguras seluruh energi untuk memberikan kontribusi yang besar demi bangsa. Ketika pekerjaan yang dilakukan kurang dihargai sehingga ia harus berjuang lebih keras lagi, memperbaiki setiap detail dan mempelajarinya agar membuahkan hasil yang sesuai dengan apa yang di-inginkan. Tak sedikit pula bulir air mata yang menetes dari pelupuk mata, ketika apa yang telah diperjuangkan hingga titik darah penghabisan hanya seperti sampah tidak berguna dimata orang lain. Pengorbanan, kerja keras, serta kegigihan dalam mempertahankan suatu gagasan ataupun ide-ide merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang ingin dicapai oleh seorang wanita untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dirinya layak dinyatakan sebagai seorang pejuang.

Tak perlu mengambil contoh yang terlampau jauh, kita dapat melihat sendiri bagaimana perjuangan seorang ibu untuk mempertahankan hidupnya demi sang buah hati yang telah dinanti-nantinya selama kurang lebih sembilan bulan. Betapa perjuangan yang tidak dapat dibayangkan bagaimana kesakitan yang begitu menusuk hingga tibalah buah hati itu terlahir di dunia yang membuat seakan-akan beban perjuangan selama ini tidaklah sia-sia sehingga beliau patutlah diagungkan sebagai seorang pejuang. Pejuang untuk sang buah hati.

Perjuangan pun tidak hanya dalam bentuk itu saja, namun bisa juga dengan perjuangan untuk mengangkat moral dan martabat suatu bangsa, atau yang bisa dibilang sebagai pahlawan revolusioner yang telah ada sejak zaman penjajahan. Yah, pejuang-pejuang revolusioner yang terkadang luput dari ingatan kita. Dapatkah kita bayangkan bagaimana perjuangan mereka untuk tetap hidup dan terus memberikan ide-ide demi kemajuan bangsa ini? Terkadang kita bisa menjadi begitu sombong atas kenikmatan yang kita rasakan saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya kita bisa juga menjadi begitu apatis terhadap segala perubahan-perubahan yang ada disekitar kita sehingga kita lupa siapa jati diri kita sebenarnya dan siapa yang dulunya telah berjuang sekuat tenaga dan pikiran demi kehidupan yang sekarang kita nikmati.

Menengok dari cuplikan-cuplikan peristiwa masa beberapa tahun silam, ketika  bangsa ini harus merasakan pahitnya penjajahan atas Belanda yang melilhat kondisi bangsa ini yang mengenaskan dan sangat terbelakang yang kemudian mereka menjadikannya sebagai peluang untuk menjajah bangsa ini dari segi politik, ekonomi, sosial bahkan pendidikan. Dimana Belanda sangat protektif akan pemberian pendidikan bagi bangsa Indonesia. Tidak membutuhkan alasan yang penjang lebar tentang alasan mereka melakukan ini, yah, bahwa Belanda takut apabila mereka memberi kesempatan bangsa Indonesia untuk mengenyam pendidikan, maka mereka dapat memberontak dan dapat mengusir kepemerintahan Belanda saat itu. Sehingga mereka berlaku kejam dan tak memberi kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menerima pendidikan dan bangsa inipun terus terbelenggu dalam kebodohan dan keterbelakangan. Apalagi ketika melihat seroang wanita Indonesia, Belanda sangat menekan mereka dan menganggap bahwa kodrat seorang wanita itu rendah.

Namun, seiring berjalannya waktu, Belanda mulai membuka kesempatan bangsa Indonesia untuk mengenyam pendidikan yang mereka berasal dari keluarga terpandang dan pemerintah Belanda pun tidak dengan mudah memberikan ijin. Pada saat itu hanya beberapa wanita saja yang boleh mengikuti pengajaran tersebut dan pengajaran yang mereka dapatkan juga tidak sekompleks seperti apa yang kita dapatkan sekarang.

Beberapa wanita itu ternyata menggunakan kesempatan untuk belajar dan terus belajar karena nyatanya mereka juga memiliki cita-cita bagaimana caranya agar bangsa ini tidak terus terbelakang dan dapat mencerdaskan kaum wanita lainnya yang belum tentu mendapatkan kesempatan emas seperti mereka. Ketika keinginan yang begitu kuat meresap ke dalam jiwa mereka, maka tindakan yang diambil tentunya juga mengikuti cara berpikir mereka. Saat melihat keadaan wanita di lingkungannya yang mengenaskan, derajat wanita yang rendah, kebodohan yang terus menggerogoti kaum wanita, seakan ada sentakan besar dalam diri mereka yang tanpa harus berpikir dua kali, mereka ingin membuat sebuah perubahan besar.

Dimulai dari keberanian untuk memberikan pengajaran bagi wanita-wanita yang ada di lingkungannya dengan kesabaran mencoba menyisipi ruang pemikiran mereka dan mencoba untuk mengubah pemikiran mereka bahwa wanita itu tidak hanya hidup untuk berlindung dibalik punggung suaminya. Bahwa wanita itu sebenarnya memiliki kuasa untuk mengendalikan dirinya sendiri dan menentukan nasibnya sendiri serta memikirkan nasib rakyatnya kelak. Rupanya pengajaran yang mulanya dilakukan di rumah-rumah pendidik wanita berangsur berkembang dengan banyaknya wanita yang mengikuti kegiatan pengajaran tersebut. Minat mereka pun untuk dapat membaca, menulis, berhitung, berpikir kritis bertambah karena dipicu dengan motivasi-motivasi untuk menjadikan bangsa ini lebih baik. Tak hanya pendidikan umum yang diberikan, tetapi pendidikan yang berasaskan agama juga diajarkan dengan baik agar dalam memperjuangkan suatu hak tidak hanya untuk kepentingan dunia namun juga mempertimbangkan kepentingan akhirat yang bukannya menuntut namun secara tidak langsung dapat menjadikan ilmu yang dipelaari selama ini menjadi hidup dan bermanfaat bagi orang lain. Pendidikan agama yang diajarkan berupa bahasa arab yang demikian dapat menambah keimanan wanita itu sendiri. Lalu mengapa mereka menitikberatkan pada pendidikan? Yah, apalagi alasannya kalau bukan karena hanya orang-orang yang mempunyai kecerdasan dan hati yang tulus yang dapat berkiprah dalam pemerintahan jika memenag ingin membuat gerakan serentak yang menyeluruh untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Memang tidak mudah juga untuk mendapatkan pengakuan dari dunia namun karena keinginan yang besar itulah yang membuat kepercayaan diri kaum wanita terangkat. Dengan pendidikan, kaum wanita itupun kembali memutar otak bahwasannya memang benar bahwa tidak ada salahnya jika wanita ikut andil dalam pemerintahan dan pemikiran ini pun berlanjut hingga ke pemikiran untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya yang pada saat itu mengalami bencana kebodohan oleh para penjajah.

Satu hal yang pada masa itu juga menjadi permasalahan penting yakni, perbedaan kedudukan antara pria dan wanita yang seolah-olah terdapat jurang yang memisahkan keduanya dan kaum pria lebih dijunjung tinggi daripada kaum wanita sebab wanita dianggap sebagai sosok yang lemah dan tidak punya andil yang besar terhadap perubahan nasib bangsa sehingga wanita menjadi tertinggal jauh dari kaum pria, terutama pada bidang pendidikan. Namun, disaat krisis kepercayaan terhadap kaum wanita ini, munculah seorang sosok yang menjadi pahlawan bagi kaum wanita yang mampu mengangkat derajat kaum wanita dengan berbekal keyakinan yang kuat serta mengandalkan rasa emansipasi yang tinggi. Tersebutlah Raden Ajeng Kartini, pahlawan yang memperjuangkan emansipasi wanita dengan menitikberatkan pada penolakan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan inilah yang kerap kali di-elu-elukan. Bagaimana tidak? Jika bukan karena perjuangan beliau, mungkin kaum wanita di Indonesia tidak dapat terlepas dari diskriminasi akan perbedaan derajat dengan kaum pria dan kebodohan yang akan terus membelenggu kaum wanita. Dan sesungguhnya tujuan utama dari RA Kartini ini selain untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia adalah agar kaum wanita juga memiliki peran dalam memperjuangkan kemerdekaan tanah air yang dicintainya.

Rupanya perjuangan Ibu Kartini tidaklah sia-sia. Seolah-olah menjadi titik terang bagi kehidupan kaum wanita di Indonesia, lahirlah pahlawan-pahlawan wanita nasional lainnya yang juga memiliki visi dan misi yang sama yakni agar kaum wanita tidak tertinggal dengan perkembangan pesat yang diperlihatkan dari kaum pria dan mengutamakan pendidikan bagi kaum wanita demi perjuangan kemerdekaan.

Pahlawan nasional ini juga memiliki cara mereka sendiri untuk memperlihatkan cara berjuang mereka demi kemerdekaan, ada yang dengan jalan mengangkat senjata seperti Cut Nyak Dhien dan Keumalahayati namun juga ada yang mendirikan sekolah khusus bagi wanita seperti Dewi Sartika. Dan tahukah bahwa darah pejuang itu lahir dari tiap daerah masing-masing? Namun karena pengetahuan kita selama ini hanya sebatas merujuk pada beberapa tokoh pahlawan wanita saja, sehingga pahlawan wanita lainnya pun dapat terlupakan perjuangannya. Tahukah kalian dengan sosok pahlawan yang mendirikan sekolah sekaligus mengangkat senjata untuk menunjukkan cara berjuangnya demi bangsa mereka? Beliau adalah Rahmah El Yunusiyah.

Peran Rahmah El Yunusiyah yang sangat terlihat ketika ia menjadi pelopor pendidikan bagi kaum wanita dengan mendirikan Diniyah School Putri atau Madrasah Diniyah li al-Banat yang bertempat di Masjid Pasar Usang dengan memberi pengajaran tentang ilmu agama dan tata bahasa Arab.
Ternyata perjuangan untuk kemerdekaan tidak hanya dilakukan melaui jalan pendidikan, dalam bidang politik juga dapat dilakukan misalnya ikut dalam organisasi politik ataupun partai politik tertentu agar memberi kedudukan tersendiri dalam pemerintahan sehingga melalui kedudukan itu dapat mengubah pandangan masyarakat agar tidak terus dimanjakan oleh kenikmatan dunia semata. Seperti yang dilakukan oleh pakhlawan wanita kita, Rasuna Said memulai perjuangannya untuk membela kaum perempuan dengan bergabung di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris cabang. Dalam bidang militer pun dapat dilakukan dukungan-dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan misalnya dengan menjadi donatur dalam pemberian dana demi kelancaran jalannya sistem militer di Indonesia sehingga bangsa ini tidak tertinggal dengan kemajuan bidang militer negara lain. Seperti yang telah dilakukan oleh Rahmah El Yunusiyah yang ikut berkiprah dalam bidang milliter yakni menjadi salah satu pelopor berdirinya TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dimana ia memberi hartanya untuk pembinaan TKR tersebut. Karena sifatnya yang mengayomi, pemuda-pemuda pejuang kemerdekaan menyebutnya sebagai Bundo Kanduang dari barisan perjuangan.
Betapa peran pahlawan wanita ini tidak dapat terlupakan sepanjang masa dan kita patutu bersyukur dan tidak terlena terhadap kenikmatan yang merupakan hasil keringat dan kerja keras dari para pejuang kita sehingga kita dapat mengenyam pendidikan dengan baik.


Dan perjuangan para pahlawan wanita yang telah dipupuk sejak zaman penjajahan tersebut harus terus dilanjutkan oleh generasi-generasi kaum wanita seperti kita. Sebagai generasi yang berkeinginan terpuji untuk melanjutkan perjuangan beliau harus berpikiran luas terhadap dunia luar dan tidak menutup segala kemungkinan jika hal ini bisa dimulai sejak dini untuk dapat mencerdaskan wanita Indonesia dan mencetak goal menjadi pejuang wanita selanjutnya.